KoranSulindo - Mengapa Bung Karno memutuskan bekas kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur No, 56, yang menjadi tempat upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, dibongkar di tahun 1964? Pertanyaan itu diajukan seorang peserta diskusi bertajuk "Hikayat Sebuah Jalan: Pegangsaan Timur" dalam Kancah Revolusi, beberapa hari lalu. [PORTAL-ISLAM] Dulu, waktu kita SD, dipelajaran Sejarah pasti disebut sebuah lokasi yang begitu akrab di telinga kita sebagai tempat digaungkannya Proklamasi Kemederkaan Indonesia, yaitu rumah di jalan Pegangsaan Timur no 56 Jakarta. Siapa yang tahu kalau rumah bersejarah itu adalah milik keluarga keturunan Arab yang kemudian dihibahkan untuk perjuangan Indonesia. Bu Megawati memang kudu banyak baca sejarah kembali. ADA dua peristiwa penting dalam sejarah bangsa Indonesia yang setiap tahun kita peringati, yaitu deklarasi Indonesia merdeka dan dibacakannya naskah proklamasi kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia oleh Soekarno dan Hatta yang berlangsung di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Rumah bersejarah di Pegangsaan Timur 56, Jakarta itu kini menjadi saksi bisu sejarah bangsa Indonesia. Ditempat inilah proklamasi dikumandangkan dan bendera kebangsaan Indonesia yang dijahit Ibu Fatmawati Soekarno dikibarkan pertamakali. Rumah bersejarah tempat dimana deklarasi Indonesia merdeka dan detik-detik sebelum naskah proklamasi dibacakan, ada peran salah seorang tokoh yang layak untuk tidak kita lupakan dan luput dari catatan sejarah anak bangsa. Tokoh ini memiliki peran amat penting dan punya andil besar sehingga republik ini berdiri tegak dengan merdeka di atas bangsanya sendiri. Tokoh ini bernama Faradj bin Said bin Awadh Martak, ayahanda Muhammad Yusuf Martak salah seorang pendiri dan pembina GNPF-MUI. Faradj bin Said bin Awadh Martak seorang saudagar Arab kelahiran hadramaut, Yaman, yang menghibahkan rumah miliknya di Pegangsaan Timur 56 kepada pemerintah Indonesia, rumah yang pernah dihuni oleh Sang Proklamator dan keluarga kesayangannya, rumah tempat dijahitnya Sang Saka Merah Putih oleh Ibu Fatmawati, rumah tempat di deklarasikannya “Indonesia Merdeka” dan naskah “Proklamasi” kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Di rumah ini pula detik-detik sebelum kemerdekaan, proklamator kita sempat meminum “madu Arab” kiriman dari Faradj bin Said bin Awadh Martak. Kelak madu itulah yang menurut Bung Karno sangat membantunya pulih dari kelelahan dan bisa memberinya stamina bangkit membacakan naskah proklamasi diiringi dengan pidato singkatnya. Pada 17 Agustus 1945 pukul 2 jam sebelum pembacaan naskah proklamasi, Bung Karno masih tertidur lemas di kamarnya, di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini. Kala itu, Soekarno terkena gejala malaria tertiana. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda. Bahkan sehari sebelumnya, Soekarno berikut istri dan anaknya Guruh yang masih dalam gendongan, bersama Hatta sempat dibawa ke Rengasdengklok. Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda pelopor terhadap Sorkarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul WIB, Soekarno dan Hatta dibawa Rengasdengklok Karawang untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan. Selama di Rengasdengklok Soekarno dan keluarganya, juga Hatta berada dalam penjagaan perlindungan keamanan oleh Shodanco Umar Bahsan, pemuda keturunan Arab yang terlatih menjadi tentara Pembela Tanah Air PETA. Setelah peristiwa Rengasdengklok itulah, malam kepulanganya pada tengah malam ke Jakarta, Bung Karno meminum madu Arab kiriman Faradj bin Said bin Awadh Martak dan barulah pada keesokan harinya mendapatkan perawatan oleh dokter pribadinya. Pukul Bung Karno terbangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui sahabatnya, Bung Hatta. Tepat pukul keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah. Dan bersama rakyat yang ikut menyaksikan peristiwa bersejarah tersebut, menyanyikan lagu kebangsaan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih. Atas jasanya itu, pemerintah RI kemudian memberinya ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Faradj bin Said Awadh Martak. Ucapan tersebut disampaikan secara tertulis atas nama Pemerintah Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1950, yang ditandatangani oleh Ir. HM Sitompul selaku Menteri Pekerdjaan Umum dan Perhubungan Republik Indonesia. Dalam ucapan terima kasih tersebut juga disebutkan bahwa Faradj bin Said Awadh Martak juga telah membeli beberapa gedung lain di Jakarta yang amat berharga bagi kelahiran negara Republik Indonesia. Surat Penghargaan Ucapan Terimakasih Pemerintah RI untuk Faradj Martak Sekali lagi buat ibu Megawati Soekarno Putri, ingat pesan ayahanda Soekarno yang sangat terkenal itu... "JAS MERAH" Jangan sekali kali melupakan sejarah. Kalau bu Mega lelah, coba minum "madu arab" dulu biar sehat __ Sumber DLL Padasaat itu juga telah diputuskan bahwa teks proklamasi akan dibacakan di halaman rumah Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta pada pagi hari pukul 10.00 WIB. Perumusan Naskah Proklamasi Sekitar pukul 21.00 WIB Soekarno Hatta sudah sampai di Jakarta dan langsung menuju ke rumah Laksamana Muda Maeda, Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta
Pada 17 Agustus 1945, di halaman rumah jalan Pegangsaan Timur No 56, Jakarta, Soekarno – Hatta atas nama Bangsa Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Di halaman rumah siapakah proklamasi tersebut di dikumandangkan? Aktifitas menjelang kemerdekaan, bagi para tokoh pendiri republik ini, sungguh menguras banyak enerji dan pikiran. Hal inilah yang, antara lain, menyebabkan Soekarno Bung Karno sempat jatuh sakit. Soekarno terserang penyakit beri-beri dan malaria. Badannya kerap menggigil, panas-dingin, dan lemas. Adalah seorang pengusaha asal Yaman, Farej Said Martak, sahabat Bung Karno, memberikan madu Arab, Sidr Bahiyah, yang didatangkan dari Hadramaut, Yaman. Madu , Sidr Bahiyah bukan sembarang madu. Khasiatnya sudah teruji sejak ratusan tahun lalu. Bersifat antibiotik dan sekaligus antiseptik. Setelah mengkonsumsi madu Sidr, kondisi Bung Karno berangsur pulih. Lalu, didampingi Mohammad Hatta, Bung Karno membacakan naskah Proklamasi di depan rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini, Menteng, Jakarta. Tahukah Anda, rumah siapakah yang terletak di Jalan Pegangsaan Timur 56 itu? Rumah ini milik keluarga Farej yang dihibahkan kepada Bung Karno. Di rumah inilah Ibu Fatmawati menjahit Bendera Merah Putih pada malam sebelum teks proklamasi dibacakan. Atas permintaan Bung Karno, pada 1962, rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56 itu dirobohkan. Di atas bangunan tersebut kemudian didirikan Gedung Pola, sedangkan tempat Bung Karno dan Bung Hatta berdiri saat membacakan teks Proklamasi, didirikan monumen Tugu Proklamasi. Jalan Pegangsaan Timur diubah menjadi Jalan Proklamasi. Pemerintah Indonesia secara resmi menyampaikan ucapan terima kasih pada keluarga Martak, berupa surat secara tertulis pada 14 Agustus 1950 yang ditandatangani oleh Ir. Mananti Sitompoel sebagai Menteri Pekerdjaan Umum dan Perhubungan Indonesia. Disebutkan juga dalam surat tersebut, selain rumah di jalan Pegangsaan Timur 56, keluarga Martak telah membeli beberapa gedung lain di Jakarta yang sangat berharga bagi kelahiran negara Republik Indonesia. Siapakah Farej bin Said bin Awadh Martak? Ia adalah putra ketiga dari empat bersaudara. Secara berurutan, kakak-kakak Farej adalah Djusman Martak dan Muhammad Martak, sedangkan adiknya bernama Ahmad Martak. Keluarga besar Martak dan keluarga Badjened mendirikan Alegemeene Import-Export en Handel Martak Badjened Marba, dimana Farej menjadi Presiden Direkturnya. Jejak Marba masih bisa ditelusuri di Jogyakarta berupa Hotel Garuda, dan di Semarang berupa Gedung Marba. Dari Muhammad Martak, kakak dari Farej, lahirlah seorang putra bernama Yusuf Muhammad Martak, yang juga dikenal sebagai Ketua GNPF-Ulama. Nama besar Marba kini dilanjutkan oleh Yusuf dengan aneka bidang usaha, dari restoran sampai ke biro perjalanan, dan berpusat di Tebet, Jakarta Selatan. Dengan alur-kisah tersebut, kehadiran Yusuf Muhammad Martak di blantika pergerakan nasional bukanlah a-historis. Yusuf bukan tipe manusia yang memanfaatkan nama besar keluarga untuk kepentingan pribadinya, tapi ia merasa terpanggil agar terus berkontribusi kepada negara-bangsa ini dengan jargonnya, “Apa yang bisa kami berikan untuk republik ini”, bukan “Apa yang bisa kami ambil dari republik ini”. Inilah prinsip Nasionalis-Islamis yang sedang ditumbuhkembangkan oleh Yusuf Muhammad Martak Kontribusi keturunan Arab tidak hanya berkait dengan rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56, tetapi di bidang yang lain. Tengoklah Sayyid Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar yang dikenal dengan nama H. Mutahar 5 Agustus 1916 -9 Juni 2004, penggubah lagu Syukur Januari 1945, mars Hari Merdeka 1946, dan Dirgahayu Indonesiaku yang menjadi lagu resmi ulang tahun ke-50 Kemerdekaan yang aktif berkomunikasi dengan 6 bahasa asing itu adalah salah seorang keturunan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kehadiran keluarga Martak dan Muthahar adalah fakta bahwa keturunan Arab di Indonesia punya kontribusi yang tidak kecil bagi kelahiran republic ini. HMJ

Jl Inspeksi Kalimalang Kodya Jakarta Timur; Jl. Pegangsaan Dua, Kelapa Gading Kodya Jakarta Utara; Jl Ry Plumpang Semper Kodya Jakarta Utara; Jl. Letjen Suprapto No.56 Kodya Jakarta Pusat; Itulah beberapa lokasi pom bensin terdekat 24 jam di wilayah Jakarta. Jika ingin lebih mudah untuk menemukan lokasi lainnya sebaiknya Anda menggunakan

Jakarta - Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Seperti apa suasana proklamasi kemerdekaan di awal kemerdekaan Indonesia tersebut?Pada 17 Agustus 1945 kira-kira pukul WIB, para tokoh golongan muda dan golongan tua keluar dari rumah Laksamana Maeda. Mereka pulang setelah menyelesaikan rumusan naskah Proklamasi yang ditandatangani Soekarno dan Moh. Hatta, seperti dikutip dari buku Pasti Bisa Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI oleh Tim Ganesha sepakat memproklamasikan kemerdekaan pada pukul WIB. Bung Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja di kantor berita supaya memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya. Soekarni, tokoh muda, mengemban amanat untuk menyebarkan berita tentang kemerdekaan kemerdekaan Indonesia awalnya akan dibacakan di lapangan Ikada kini lapangan Monumen Nasional atau Monas. Tetapi, kegiatan kemudian dipindahkan ke kediaman Soekarno Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 sekarang Jalan Proklamasi.Perpindahan lokasi proklamasi dilakukan karena khawatir terjadi pertumpahan darah saat proklamasi dilaksanakan, seperti dikutip dari Buku Siswa Sejarah SMA/MA Kelas 10 oleh Windriati, Jepang sudah kalah oleh Sekutu, Balatentara Dai Nippon Jepang masih berada di Jakarta. Karena itu, sebanyak 500 orang hadir dari berbagai kalangan dengan membawa apapun sebagai itu, para pemuda militan yang sebelumnya berkumpul di Jalan Prapatan berjaga-jaga adanya gangguan dari Jepang. Mereka juga siap membacakan teks proklamasi di asrama Jalan Prapatan 10 jika upacara bendera di Jalan Pegangsaan Timur 56 dilarang di Jakarta masih kondusif saat proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan. Tetapi karena lokasi proklamasi diubah, sekitar 100 anggota Barisan Pelopor terlambat datang karena harus berjalan kembali dari Lapangan Ikada ke kediaman Soekarno. Lapangan Ikada saat itu ramai oleh 100 anggota Barisan Pelopor yang datang terlambat menuntut pembacaan ulang proklamasi. Namun tuntutan ini ditolak dan hanya diberikan amanat singkat oleh Moh. tokoh bangsa berdatangan ke kediaman Ir. Soekarno menjelang pukul Adapun susunan acara yang telah disusun terdiri atas pembacaan proklamasi, pengibaran bendera Merah Putih, dan sambutan oleh Wali Kota Soewirjo dan dr. acara dimulai, Drs. Moh. Hatta datang mengenakan pakaian putih-putih. Setelah semua siap, upacara dimulai. Latief Hendraningrat mempersilakan Soekarno dan Moh. Hatta maju ke dengan suara lantang memberikan sambutan singkat lalu mengumandangkan pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia."...Telah beratus-ratus tahun.. usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti.. Sekarang tiba saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan tanah air kita dalam tangan sendiri.. Kami tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan para pemuka rakyat dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata berpendapat bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan sekarang juga. Dengarkanlah Proklamasi kami. Simak Video "Pihak Imigrasi Buka Suara Terkait Foto Suga BTS di Soetta Viral" [GambasVideo 20detik]
Proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945. Pelaksanaan proklamasi kemerdekaan RI dilakukan di kediaman Soekarno, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat. Rencana awalnya, pelaksanaan proklamasi akan dilaksanakan di Lapangan Ikada, tetapi tidak jadi. Seperti diketahui, pada 17 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, Jakarta. Hari ini Indonesia sudah 77 tahun merdeka. Namun, tak sedikit orang belum mengetahui cikal bakal rumah yang berada di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, tempat pembacaan teks proklamasi pertama kalinya dilakukan. Belakangan heboh ceramah Ustaz Adi Hidayat yang menyebut bahwa rumah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 tersebut ternyata milik seorang pengusaha muslim keturunan Yaman yang mencintai Tanah Air Indonesia ini bernama Faradj Bin Martak. Dikutip dari berbagai sumber, salah satunya adalah penulis Nabiel A. Karim Hayaze, Faradj Bin Martak adalah pengusaha berdara Arab yang memang memiliki beberapa gedung di Indonesia, salah satunya adalah gedung di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 ini. Baca Juga Cek Fakta Benarkah Lionel Messi Sudah Landing di Bandara Soekarno Hatta? Kendati begitu, bukan serta merta bahwa rumah tersebut adalah tempat tinggal Faradj yang diberikan sebagai Rumah Proklamasi. Masih menurut Nabiel, ada sebuah bukti otentik berupa surat resmi yang ditandatangani menteri negara untuk NV Marba, yang kemudian bertuliskan bahwa gedung tersebut 'dihibahkan' kepada negara. Dari momen itulah gedung tersebut memiliki beberapa riwayat kegunaan hingga akhirnya dipakai Soekarno dan tokoh lainnya untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia di tahun 1945. Pada tahun 1948, gedung tersebut akhirnya resmi dibeli Pemerintah Indonesia. Rumah yang berada di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Cikini, Jakarta menjadi rumah bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Rumah tersebut juga diketahui pernah ditempati oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Rumah tersebut dijadikan tempat untuk memproklamasikan kemerdekaannya di tahun 1945. Baca Juga Kentang Mustofa, Makanan Kesukaan Presiden Soekarno Jadi Menu Penyambut Jemaah Haji di Mekkah Disebutkan dalam sumber lain, rumah bersejarah yang menjadi tonggak awal berdirinya negara Republik Indonesia tersebut ternyata dibeli oleh seorang saudagar besar keturunan Arab bernama Faradj bin Said Awad Martak, Presiden Direktur Algemeene Import-Export en Handel Marba. Faradj bin Said Awad Marta sendiri merupakan saudagar terkenal di Jakarta yang dulunya bernama Batavia, sejak zaman kolonial Belanda hingga era kemerdekaan. Faradj bin Said Awad Marta lahir di Hadramaut, Yaman Selatan. Anak Faradj bin Said Awad Marta yang menjadi penerus kerajaan bisnisnya tersebut bernama Ali bin Faradj Marta. Ali dikenal dekat dengan Bung Karno. Berkat jasa besar dari Faradj bin Said Awad Martak tersebutlah rumah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 tersebut resmi menjadi milik Bangsa Indonesia. Berkat jasa saudagar tersebut, pemerintah Republik Indonesia kemudian memberikan ucapan terima kasih. Tidak hanya itu, pemerintah RI juga memberikan penghargaan kepada Faradj bin Said Awad Martak. Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut disampaikan secara tertulis atas nama Pemerintah Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1950 silam. Ucapan tersebut ditandatangani oleh Ir. HM Sitompul sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Perhubungan Republik Indonesia. Diketahui, Faradj bin Awad Martak tidak hanya membeli rumah bersejarah bagi Indonesia tersebut, saudagar tersebut juga membeli beberapa gedung lain yang ada di Jakarta dan memiliki sejarah dan peran tersendiri bagi negara Republik Indonesia. Namun, bangunan bersejarah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta tersebut sudah lama rata dengan tanah, setelah Soekarno memerintahkan agar rumah tersebut dirobohkan pada tahun 1962. Setelah diratakan, di atas tanah tersebut kemudian dibangun Gedung Pola, dan tempat Bung Karno serta Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI itu didirikan monumen Tugu Proklamasi. Sejak saat itu, Jalan Pegangsaan Timur tersebut berubah menjadi Jalan Proklamasi. Kontributor Syifa Khoerunnisa

Jl Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat: Monumen Pancasila Sakti: Jl. Raya Pondok Gede, Lubang Buaya, Jakarta Timur: Menara Syahbandar: Jl. Pasar Ikan No. 1, Klender Jakarta Timur alikota Ps Pulogadung Cempaka Mas Pendongkelan ASMI Pulo Mas Bermis T Gas Layur Cempaka Putih Pulomas Bypass Kayu Putih Rawasari Pasar Baru

Bukan rahasia, rumah dengan pekarangan luas di Jalan Pegangsaan Timur kini Jalan Proklamasi No 56, Jakarta Pusat, itu adalah salah satu bangunan paling penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Di lokasi itu, teks proklamasi dibacakan Ir Sukarno pada 17 Agustus 1945 didampingi Mohammad rumah itu disebut sebenarnya merupakan wakaf dari seorang pengusaha keturunan Hadramaut bernama Faradj Martak. Namun sebelum mengkonfirmasi kebenaran tersebut, ada satu misteri juga yang tak kalah menarik, yakni mengapa rumah yang sebegitu bersejarah itu dihancurkan oleh Presiden Republika sepanjang zaman Alwi Shahab yang wafat pada 2020 lalu menuturkan bahwa gedung tersebut merupakan bekas kediaman warga Belanda sebagai landhuis atau semacam country house yang pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 banyak dibangun di Batavia. Rumah itu memiliki 12 kamar, sebuah garasi, serambi belakang, ruang depan, tengah, dan ruang makan. Scroll untuk membaca Scroll untuk membaca Suasana di rumah di Jalan Pegangsaan Timur kini Jalan Proklamasi No 56. TwitterKetika penjajah Jepang tiba pada Maret 1942, rumah itu salah satu yang mereka sita karena seluruh warga Belanda kala itu ditahan atau dipulangkan ke Eropa. Sementara Bung Karno diketahui mulai tinggal di rumah yang memiliki pekarangan luas dan merupakan kawasan elit di Jakarta tersebut sejak masa pendudukan Jepang tersebut, tepatnya pada 1942. Dari putra-putrinya hanya putra sulungnya, Guntur, yang dilahirkan di tempat ini. Di tempat inilah, Presiden Soekarno melantik kabinet pertama RI, pada 4 September 1945. Kabinet presidensil ini dibentuk hanya dua hari 19 Agustus 1945 setelah proklamasi. Ketika Januari 1946 saat kota Jakarta dikepung NICA dan muncul perlawanan bersenjata dari rakyat, Bung Karno, Ibu Fatmawati, dan Guntur yang masih bayi hijrah ke Yogyakarta dari rumah itu. Bung Karno dan rombongan berangkat ke Yogyakarta naik kereta api di malam hari yang dipadamkan lampunya untuk menghindari kepungan NICA yang ingin berkuasa kembali di negeri ini. Stasiun yang digunakan menaiki kereta api terletak persis di belakang rumah tersebut. Kemudian di tempat rumah itu juga, pada Oktober 1946, diadakan perundingan Linggarjati antara pembacaan proklamasi. istimewaPada 1946-1948 setelah Bung Karno dan Bung Hatta hijrah ke Yogyakarta, rumah ini jadi tempat kediaman Perdana Menteri Sutan Sjahrir hingga 1948. Ketika hubungan dwitunggal Bung Karno dan Bung Hatta memburuk, November 1957, diselenggarakan Musyawarah Kerukunan Nasional, yang oleh pers kemudian dilecehkan jadi Musyawarah Keruk Nasi. Pertemuan itu gagal yang berakibat Hatta mengundurkan diri sebagai wakil pada 1961 datanglah nasib akhir rumah tersebut. Kala itu, Presiden Sukarno tiba-tiba memerintahkan pembongkaran gedung tersebut. Mengapa Presiden Sukarno membongkar gedung yang amat bersejarah bagi bangsa Indonesia itu? Menurut Abah Alwi, sapaan Alwi Shahab, hal ini pernah ditanyakan oleh salah seorang penulis biografi Bung Karno yang berjudul Putera Fajar, yakni Solichin Salam. Jawab Bung Karno, "Saya lebih mengutamakan tempatnya dan bukan gedungnya. Sebab, saya taksir gedung Pegangsaan Timur itu paling lama hanya tahan 100 tahun, mungkin tidak sampai. Itu sebabnya saya suruh bongkar.''Menurut keterangan dari Yayasan Bung Karno, presiden pertama RI itu ingin memindahkan semangat proklamasi kemerdekaan di Monas. Peringatan hari ulang tahun kemerdekaan RI agar selanjutnya diadakan di Monas yang monumental itu. Bukan di gedung proklamasi dan juga bukan di Istana. Tugu Monas, menurut Bung Karno, dirancang untuk tahan ribuan tahun seperti juga piramida di itu pada 1960 semasa gubernur Henk Ngantung telah dijadikan Gedung Pola untuk menyiapkan program pembangunan. Semacam Bappenas sekarang ini. Dalam bukunya Kenang-kenangan sebagai Kepala Daerah, Henk Ngantung menulis, "Ide pembangunan Gedung Pola memang baik. Tapi, dengan membongkar dan mengorbankan Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56 saya rasa sayang dan aneh." Henk memaparkan kisahnya mendatangi Bung Karno ke istana untuk meminta agar gedung bersejarah itu tidak dibongkar. Ia mengajukan pertanyaan, "Apakah keputusan Bung Karno tidak bisa ditinjau lagi?" Sebelumnya tak sedikit juga yang menanyakan hal itu pada Bung Karno. Bung Karno menjawab singkat, "Apakah kamu juga termasuk mereka yang ingin memamerkan celana kolorku di dalam rumah itu."Tak ada sedikitpun rasa ragu dan sesal dari sikap dan kata-kata Bung Karno. Agar pembicaraan tidak terputus begitu saja Henk kembali membangun suasana. "Apakah saya boleh buat duplikat dari gedung Pegangsaan Timur 56 sebelum dibongkar?" tanya Henk. Bung Karno menyatakan setuju. "Baru sekarang, sementara saya mengenangkan kembali pertemuan dengan Bung Karno tentang pembuatan duplikat bisa juga diartikan, membangun kembali Gedung Pegangsaan Timur 56 itu dalam keadaan maupun ukuran yang sama, kecuali di atas tanah dan tempat yang sama karena akan dibangun Gedung Pola."Willard A Hanna, seorang Amerika Serikat dalam bukunya 'Hikayat Jakarta' menyimpulkan bahwa pembongkaran tempat proklamasi ini karena Bung Karno tidak suka diingatkan kembali pada keadaan ketika menjelang proklamasi dia diculik para pemuda radikal. Karena itu gedung ini diratakan dengan Karno bersama Bung Hatta pada hari Kamis 16 Agustus 1945 sehabis makan sahur diculik sekelompok pemuda radikal pimpinan Sukarni ke Rengasdengklok, dekat Kerawang. Setelah tengah malam sebelumnya oleh para pemuda yang dipimpin Sukarni, ia dipaksa memproklamirkan kemerdekaan 16 Agustus 1945 karena Jepang telah menyerah pada Sekutu. Ikut dalam rombongan ke Rengasdengklok, Ibu Fatmawati yang menggendong Guntur yang masih berusia sembilan setengah Gubernur DKI, Ali Sadikin, sejak lama ikut mendorong dibangunnya kembali rumah Bung Karno itu. Menurut Bang Ali, ketika menjadi gubernur ia sudah merencanakan hal ini. "Bahkan saya sudah siapkan dananya. Tapi, tidak disetujui Pak Harto yang waktu itu akan membangun Patung Proklamator."Dulu di bagian depan rumah Bung Karno ini terdapat Tugu Proklamasi yang diresmikan pada 17 Agustus 1946 oleh Gubernur Suwiryo saat Bung Karno masih di Yogyakarta. Tugu Proklamasi yang tingginya tidak lebih dari dua meter ini pernah menjadi lambang Kota Jakarta. Tak pernah sekalipun dari sekian banyak tulisan Abah Alwi soal gedung ini, tersurat soal kepemilikan Faradj Martak atas bangunan tersebut yang kemudian diwakafkan pada Sukarno. Meski jika kemudian ditemukan bukti-bukti yang menguatkan, bisa jadi demikianlah adanya.
\n jalan pegangsaan timur no 56 jakarta
JalanPegangsaan Timur No. 56 yaitu letak kesan hunian presiden pertama Indonesia, Soekarno yang berada di Jakarta Pusat.Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dikumandangkan di sini. Pegangsaan Timur telah berganti nama menjadi Jalan Proklamasi. Hunian Bung Karno yang dibentuk menjadi tempat pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan pun sudah tidak

- Sang saka Merah Putih atau bendera Merah Putih pertama kali dikibarkan tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Bendera negara Indonesia ini dijahit oleh Fatmawati, istri dari Presiden Soekarno. Bendera Pusaka selesai dijahit dalam waktu dua hari. Kemudian, sejak 1969, bendera merah putih yang asli telah disimpan di Istana Merdeka, karena kondisi bendera yang saat itu sudah rapuh. Baca juga Bendera Pusaka Pernah Hilang, Ini Ceritanya Pertama Kali Bendera Merah Putih Dikibarkan Bendera pusaka pertama kali dijahit oleh Fatmawati, istri dari Presiden Soekarno, setelah ia bersama keluarganya kembali ke Jakarta dari pengasingan di Bengkulu, Oktober dari bendera ini adalah katun Jepang yang memang pada saat itu digunakan khusus untuk membuat bendera-bendera negara di dunia, berukuran 274 x 196 cm. Bendera itu pun selesai dijahit dalam waktu dua hari. Setahun kemudian, bendera hasil jahitan tangan Fatmawati tersebut dikibarkan pertama kali pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta, saat proklamasi dilaksanakan. Bendera Indonesia ini dikibarkan oleh Latief Hendraningrat, Suhud, dan SK Trimurti. Sejak tahun 1946 hingga 1968, bendera tersebut hanya dikibarkan pada setiap hari ulang tahun kemerdekaan RI saja.

jutTzw. 171 164 243 7 66 231 269 291 301

jalan pegangsaan timur no 56 jakarta